Seminar Penanganan Bullying di Sekolah





Tanda seorang anak akan menjadi pelaku bullying biasanya mereka (anak-anak) awalnya berperilaku kasar, misalnya memukul anak lain, terutama yang lebih lemah dari mereka. Hal itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Andini Dwi Arumsari, M.Psi, Psikolog dalam “Seminar Penanganan Bullying di Sekolah” berlangsung di Ruang Rapat Gedung D Universitas Narotama (UNNAR), Sabtu (4/3/2017). Peserta seminar terdiri para guru dari Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK) SMK Swasta se-Kabupaten Lamongan.
Andini Dwi Arumsari menjelaskan, bullying adalah perilaku sosial yang sering melibatkan kelompok, terjadi berulang kali, terjadi karena tidak adanya kekuatan yang seimbang. Bullying bisa dilakukan secara langsung: perilaku verbal seperti mengejek, berteriak, dan lain-lain, ada juga perilaku non verbal seperti memukul, menendang, dan lainnya. Menurut Andini, bullying yang dilakukan secara tidak langsung lebih sulit untuk diobservasi, seperti menyebarkan gosip, mengucilkan seseorang dari kelompok mereka, dan sebagainya.
Guru BK memegang peran penting untuk memberikan kesadaran tentang bullying. Asumsi dasar bahwa menghukum siswa pelaku bullying akan membuat permasalahan menjadi tidak lebih baik bagi korban. Metode Support Group (MSG) dengan melibatkan dukungan kelompok dari pelaku dan atau saksi, dan dengan tidak menyalahkan perilaku bullying. MSG pertama tidak menghukum, memberi hukuman biasanya mempunyai efek. Kedua meningkatkan empati, dengan melibatkan kelompok teman sebayanya akan memunculkan perasaan empati para siswa. Ketiga, tidak memberi label pada anak, memanggil dengan nama yang `negatif` akan berdampak pada self-image mereka.
Penanganan yang biasanya dilakukan guru untuk menangani bullying adalah dengan memanggil korban dan pelaku, memberi nasihat, dan guru juga akan memanggil orang tua siswa. Metode dengan melibatkan kelompok teman sebayanya akan memungkinkan untuk memunculkan perasaan empati para siswa. Hal tersebut akan memberikan efek pada pelaku, yang mungkin juga mempunyai perasaan empati dan ingin berubah. Tetapi jika pelaku menolak untuk berempati terhadap korban, maka dia tidak mempunyai lagi kelompok yang akan melakukan bullying bersama dengannya. [nar]
Foto: Andini Dwi Arumsari dan Ketua MGBK Supramito, S.Pd (tengah) beserta para guru BK usai “Seminar Penanganan Bullying di Sekolah” yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung D UNNAR, Sabtu (4/3/2017). 

No comments

Powered by Blogger.